Senin, 11 April 2011

Bunuh Diri karena tanpa Tawazun



Beberapa waktu lalu, berita bunuh diri di suatu negara maju ter-ekspos lagi di televisi, sebenarnya ini bukan berita baru. Kasus bunuh diri yang ternyata tidak sedikit bahkan termasuk reting tinggi ini lagi-lagi membuat anganku melayang.
Setelah selidik punya selidik, tidak sedikit yang melakukan aksi ini adalah kaum akademisi. Whats ..?? (terperanjat) .. yups, tidak sedikit mereka yang punya title profesor, doktor, atau semacamnya. Bahkan, orang-orang itu terkenal sebagai orang yang baik, santun, plus segudang akhlak baik.
Rus, kenapa mereka melakukannya?
Setiap orang pasti punya targetan sendiri-sendiri, misalnya ada seseorang yang punya target bisa khatam alqur’an setahun 6x, sedekah tiap hari, punya sekolah singgah yang elit, punya rumah tingkat 8 yang beratapkan taman plus bisa buat main golf, dsb ..
Dalam kasus di atas, ternyata banyak orang sono-no (luar negeri yang katanya sich negara maju, tapi Atheis) setelah tercapai targetnya, ya sudah, apa lagi yang akan mereka cari, jadi solusinya mengakhiri hidupnya. Wuaduh .. sereeemmm .. na’udzubillah.
Hmm .. jadi inget kisahnya Christina Onasis,
wanita berkebangsaan Yahudi, putri milyuner Onasis, yang kisah penikahannya dengan ke-3 suaminya itu tidak pernah lama. Suatu hari ketika Christina menghadiri suatu pesta di Perancis, para wartawan mengajukan pertanyaan kepada Christina : “bukankah anda ini wanita terkaya di dunia?” Christina menjawab : “ya, aku adalah wanita terkaya di dunia, tetapi aku juga adalah wanita yang paling sengsara di dunia.”
Loh kok begitu?? Karena Christina tidak bahagia dalam menjalani kehidupannya.
Yups .. sebenarnya simple, cuma bahagia .. tapi .. definisi bagi setiap orang itu berbeda, ada yang bilang bahagia jika punya harta sekian milyar, atau punya 20 anak yang mereka sukses dunia, atau bahkan ada seorang yang sebenarnya miskin secara harta tapi dia merasa suangat bahagia.
Dari kisah-kisah tersebut, kita sebagai umat Islam bisa mengambil hikmahnya .. ingat lagi materi ‘tawazun’. Materi ini sering diberikan, tak jarang bahkan diulang pada suatu kesempatan yang lain, tapi kadang akan terlewat begitu saja tanpa kita ambil sesuatu yang menarik disana, sekadar tau ya sudah. Padahal, dalam materi ini, jika dijelaskan akan suangat puanjang, n bagiku materi ini gampang-gampang-susah .. (bahkan kadang amat susah, hehehe ..) . Kita pun tau 3 potensi manusia : al jasad (jasmani), al aql (akal), dan ar ruh (ruhani). Islam menghendaki ketiga dimensi tersebut berada dalam keadaan tawazun (seimbang), memberikan sesuai haknya tanpa penambahan dan pengurangan.
“Dan Allah telah meninggikan dan Dia meletakkan neraca (keadilan) supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah neraca itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu” (QS. 55 : 7-9)
Dengan keseimbangan, manusia dapat meraih kebahagiaan hakiki yang merupakan nikmat Allah swt, karena pelaksanaan syariah sesuai dengan fitrahnya. Untuk skala ke-tawazunan akan menempatkan umat Islam menjadi umat pertengahan, atau ummatan wasathon (QS. 2 : 143) yaitu umat yang seimbang. Dengan menyeimbangkan diri, maka manusia tersebut tergolong sebagai hamba yang pandai mensyukuri nikmat Allah. Hamba Allah swt inilah yang disebut manusia seutuhnya.
So .. Hiduplah seimbang, maka hidup kita tidak akan berantakan.
~dalam tahap perbaikan..semoga semakin baik~

0 komentar:

Posting Komentar