Rabu, 18 Mei 2011

Wuih .. Maharnya Mesjid Seribu Menara



Alkisah seorang pemuda melamar seorang gadis. Ketika si pemuda mengutarakan maksutnya si gadis pun menyambutnya dengan baik kesempatan itu tapi dia mengajukan satu syarat yaitu minta dibuatin mesjid dengan seribu menara sebagai maharnya dan harus dibikin selesai dalam waktu satu malam! Nah lho kayak cerita-cerita jaman dulu aja?? Tapi anehnya, ternyata si pemuda menyanggupinya dan berhasilah dia membuat mesjid seribu menara itu dalam satu malam. Kebut-kebutan sih. Tapi berhasil juga kok. Pada akhirnya si gadis pun takluk oleh pemuda itu. Mereka menikah dan hidup bahagia selamanya. Klise banget? Khayal lagi!! Kok bisa ada kisah kayak gini? Ya bisa lah. Mimpi kali yeee...

Nah sementara kita tinggalkan dulu dua orang itu. Kita bicara yang lain dulu saja deh. Sadar gak sih ternyata dari kecil kita sudah sering dicekokin tentang masalah mahar nikah lho. Itu tuh yang sering diceritakan sama ibuk, nenek, kakek atau guru-guru di sekolah. Apakah itu?

Iyak jawabanmu salah!

Yang bener tuh, Dongeng! Gimana sih?

Siapa yang tidak tahu dengan dongeng legenda Gunung Tangkuban Perahu? Legenda Candi Prambanan? Legenda Reog Ponorogo dan Legenda Gunung Bromo? Di dongeng-dongeng itu ternyata membicarakan hal yang sama sebagai alur utamanya yaitu mahar alias mas kawin.

Lihat saja dari cerita Legenda Gunung Tangkuban Perahu dari Jawa Barat. Singkat cerita, tokoh utama yang bernama Dayang Sumbi mau menikah dengan Sangkuriang yang notabene adalah anaknya sendiri. Tapi dia mensyaratkan bahwa maharnya adalah pembangunan danau, tempat rekreasi (gaul banget sih istilahnya?) beserta Perahu besarnya sekalian. Gak tanggung-tanggung mintanya dalam satu malam.

Selanjutnya cerita Legenda Candi Prambanan dari Jawa tengah. Saat Bandung Bondowoso, tokoh pria dalam cerita ini melamar Roro Jonggrang yang kabarnya cuantik banget, dia juga harus menerima syarat yang serupa. Roro Jonggrang masih getir-getir pada lamaran Bandung Bondowoso ini soalnya kan Kakaknya Roro Jonggrang yang bernama Prabu Baka dibunuh oleh Bandung Bondowoso. So pasti lah Jonggrang bimbang hatinya. Secara ya dilamar sama pembunuh kakaknya sendiri. Kalau kalian bagaimana? Ah gak usah dijawab. Paling juga sama. Trus akhirnya Roro Jonggrang mensyaratkan pembangunan 1000 candi. Bukan candi-candian mainan kayak yang dijual di Jogja itu lho ya. Tapi candi beneran yang gede-gede itu. Dalam waktu satu malam juga.

Terus cerita legenda Reog Ponorogo dari Jawa Timur. Kalau yang ini si Putri Raja yang ngelamar ada dua. Yang satu tampan dan baik hati dan yang satu jelek dan jahat namanya Prabu Singa Barong. Si Putri mensyaratkan mahar perkawinannya dengan iring-iringan pertunjukan yang belum perhah ada sebelumnya dan dikawal oleh seratus pemuda tampan berkuda. Singkat cerita akhirnya si Jelek tadi yang akhirnya jadi pertunjukan soalnya dia dikutuk jadi berkepala singa dan di atasnya menempel seekor burung merak.

Cerita berikutnya adalah Legenda Gunung Bromo dari Jawa Timur juga. Ceritanya si tokoh cantik yang bernama Roro Anteng hendak dipersunting oleh seorang/seekor raksasa. Maukah dia? Ternyata gak mau soalnya dia sudah kesengsem sama pemuda tampan baik hati yang bernama Joko Seger. Lagian kalaupun yang namanya Joko Seger itu gak ada pasti si Roro anteng ini juga tetap gak mau dipersunting sama Raksasa itu. Secara ya siapa mau diperistri raksasa. Jahat lagi. Kalaupun baik juga masih mikir-mikir. Nah Roro Anteng ini juga melakukan hal yang sama. Memberikan syarat yang sulit kepada sang Raksasa agar dibuatin danau dalam waktu semalam juga. Mungkin waktu itu lagi ngetrend kali ya minta dibikinin sesuatu dalam waktu semalam?

Tapi... semuanya itu berakhir sama. Penolakan dengan berbagai alasan. Dayang Sumbi yang gak mau nikah sama Sangkuriang yang sebenarnya adalah anaknya sendiri, Roro Jonggrang yang gak mau nikah sama pembunuh kakaknya, Putri Ponorogo yang gak mau nikah sama orang yang jahat dan jelek macam Prabu Singa Barong dan Roro Anteng yang gak mau nikah sama raksasa karena jahat, jelek dan dia sudah jatuh hati sama orang lain yang lebih baik.

Sekali lagi semuanya ditolak. Toh sesakti-saktinya Sangkuriang, Bandung Bondowoso, Prabu Singa Barong dan Raksasa yang semuanya hampir berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka dalam waktu semalam, semuanya digagalkan oleh pihak perempuan dengan cara yang sama. Yaitu bikin pagi buatan. Caranya menyuruh anak buahnya agar membakar jerami kering dan sekam yang banyak agar apinya gede dan terang-benderang seolah matahari sudah terbit. Ditambah bonus suara dentuman lesung saat orang menumbuk padi di pagi hari. Tipu-tipu sih tapi berhasil juga mereka menggagalkan kerjaan para lelaki itu. Dulu kan belum ada jam. Kalau sudah ada jam pasti para lelaki itu gak bakalan gampang ditipu oleh gadis-gadis cantik itu. Pasti bakal bilang: “Ini lho masih jam dua malam kok mataharinya sudah terbit? Bohong banget tuh!”

Alhasil, Sangkuriang jadi sebel lalu menendang perahu yang masih setengah jadi sehingga tertelungkup dan berubah jadi gunung tangkuban perahu. Terus Bandung Bondowoso jadi ngambek dan gelap mata mengutuk Roro Jonggrang jadi patung (meskipun konon pada akhirnya dia menyesali perbuatannya). Lalu Raksasa yang jadi geregetan dan melemparkan batok yang tadinya digunakan untuk mengeruk tanah guna membuat danau (seberapa besar ya batoknya? Kalau batok biasa kapan selesainya bikin danau? Paling banter bikin kolam ikan mas kali) sehingga batoknya berubah jadi Gunung Batok dan danaunya jadi segoro wedi (Lautan pasir di sekitar Gunung Bromo). Enak banget jaman dulu tinggal tendang-tendang, lempar-lempar atau teriak-teriak saja jadi sesuatu yang besar. Coba sekarang lempar kotak odol lalu teriak-teriak berharap bisa berubah jadi gedung pencakar langit? Paling dikira lagi kumat.

Hmmm.... kalau dipikir-pikir putri-putri Jawa Jaman dulu kok merepotkan banget ya? Cuma mau nolak saja gak langsung bilang. Pakai syarat-syarat yang susah-susah segala. Bahkan repotnya berurusan dengan Putri Jawa tuh gak cuma di negeri sendiri tapi sampai ke negeri tetangga, Malaysia yang waktu itu bernama kerajaan Melaka. Cerita itu tentang Legenda Puteri Gunung Ledang.

Seorang Putri Majapahit yang konon tergila-gila pada seorang duta kerajaan Melaka yang bernama Hang Tuah, nekat merantau ke Melaka demi menemui Pujaan Hatinya. Padahal di Jawa dia mau dijodohin sama Pangeran Demak. Sampai sana, bukannya ketemu sama pujaan hati, eh malah ketemu sama Sultan Melaka yang akhirnya jatuh hati pada kecantikkannya. Karena gak gampang pindah ke lain hati si Putri ini akhirnya nyepi di puncak Gunung Ledang. Karena Sultan Melaka dah ngebet banget pengen nikahin si Putri ini tadi maka dia menyuruh utusannya untuk datang melamar dan memboyong si Putri ini tadi. Ironisnya yang disuruh itu Hang Tuah sendiri yang tak lain adalah pujaan hati si Putri. Melihat kenyataan ini si Putri akhirnya merasa putus harapan dan dia mau menerima lamaran Sultan Melaka dengan syarat yang sulit yaitu pembangunan Jembatan Emas dari Puncak Gunung Ledang ke Istana Kesultanan, Jembatan Perak dari Istana Kesultanan ke Puncak Gunung Ledang, tujuh tempayan air mata perawan, tujuh dulang hati hama, tujuh dulang hati nyamuk dan syarat terberat adalah semangkuk darah putra mahkota. Yang ini akhirnya juga gagal.

Wuidih panjang banget ceritanya... tapi intinya dari semua itu adalah penolakan lamaran dengan syarat yang berbelit-belit alias gak to the poin. Ternyata hal semacam itu tidak hanya terjadi di cerita-cerita lho. Di dunia nyata juga banyak. Ketika seorang gadis yang sebenarnya belum niat menikah tapi sudah dikejar-kejar sama orang tua atau murrobi agar segera menikah. Saat ta’aruf tanyanya yang sulit-sulit, yang mojok-mojokin atau mensyaratkan mahar yang sulit juga. Hafalan 30 Juz misalnya dibayar langsung pas akad nikah. Kebayang kan? Jika si Pemuda gak sanggup maka selesailah permasalahannya tapi jika ternyata si pemuda sanggup? Cari alasan lain donk. Padahal ketika datang seorang pemuda yang jelas kesholihan dan kebaikan akhlaknya melamar seorang gadis tapi ditolak akan timbul fitnah. Cuma mau bilang tidak saja tapi ribetnya minta ampun.

Lain halnya permasalahan di pihak lelaki. Ketika mengajukan proposal minta kriteria gadis yang banyak muluk-muluknya. Kadang gak sadar dengan kekurangan diri. Saat ta’aruf bilang kurang gini lah, kurang gitu lah, cari yang lain lah. Mentang-mentang kalau lelaki bisa memilih tapi kan perempuan berhak menolak dan menerima? Toh pada akhirnya sunnah bahwa pemuda yang baik untuk gadis yang baik dan sebaliknya berlaku juga dengan syarat prosesnya benar-benar yang Islami.

Hmmm… ternyata prosesnya ribet juga ya kalau begitu? Tapi ternyata di jaman Rosululloh dan para sahabat tidak serumit itu lho. Terutama tentang masalah mahar. Ngomongin tentang mahar kayaknya kita perlu melihat seluk-beluknya di pembahasan tentang nikah berikut ini.

Dalam pandangan Islam, seorang pemuda yang dalam usia pernikahan dan dia mampu untuk menikah, maka Rasulullah mensegerakan agar menikah "Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kamu telah mampu, maka hendaklan ia kawin…". Pernikahan dalam Islam dipermudah, dan perzinaan harus dimusnahkan. Lihat perintah Allah dalam Al-Qur'an Surat An-Nuur 32 yang artinya "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak kawin diantara hamba sahayamu….jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya…". Bagi yang belum mampu menikah Islam-pun menyediakan solusinya, yakni menundukkan pandangan atau berpuasa (lihat QS An-Nuur 30-33).

"Berikanlah mahar kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan ..." (QS An-Nissaa :4).

Mahar merupakan pemberian seorang laki-laki kepada perempuan yang dinikahinya, yang selanjutnya akan menjadi hak milik istri secara penuh. Dalam praktiknya tidak ada batasan khusus mengenai besarnya mahar dalam pernikahan. Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qoyyim dalam kitabnya Zaadul Maad, memberi mahar untuk istri-istrinya sebanyak 12 uqiyah. Abu Salamah menceritakan, "Aku pernah bertanya kepada A'isyah ra, "Berapakah mahar Nabi SAW untuk para istrinya?" A'isyah menjawab, "Mahar beliau untuk para istrinya adalah sebanyak 12 uqiyah dan satu nasy." Lalu A'isyah bertanya, "Tahukah kamu, berapa satu uqiyah itu?" Aku menjawab, "tidak" A'isyah menjawab, "empat puluh dirham." A'isyah bertanya, "Tahukah kamu, berapa satu nasy itu?" Aku menjawab, "tidak". A'isyah menjawab, "Dua puluh dirham". (HR. Muslim).

Umar bin Khattab berkata, "Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah SAW menikahi seorang pun dari istrinya dengan mahar kurang dari 12 uqiyah." (HR. Tirmidzi).

Dalam urusan biaya pernikahan, Islam pun tidak terlalu memberatkan. Dalam kisah lain Rasulullah SAW menikahkan putrinya Fatimah dengan Ali r.a. dengan mahar baju besi milik Ali. Diriwayatkan Ibnu Abbas, "Setelah Ali menikahi Fatimah, Rasulullah SAW berkata kepadanya, "Berikanlah sesuatu kepadanya." Ali menjawab, "Aku tidak mempunyai sesuatu pun." Maka beliau bersabda, "Dimana baju besimu? Berikanlah baju besimu itu kepadanya." Maka Ali pun memberikan baju besinya kepada Fatimah. (HR Abu Dawud dan Nasa'i). Selain Ali yang menyediakan baju besinya sebagai mahar, ada juga sahabat yang membayar maharnya dengan hafalan Al Qur'an-nya, dll. Bahasan di atas sesuai dengan Firman Alloh SWT dalam Al Qur’an:

Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. - QS: Al-Baqarah(2):236.

Bahkan ketika seorang laki-laki tidak memiliki sesuatu berupa harta yang dapat diberikan sebagai mahar, Rasulullah SAW tidak menolak untuk menikahkannya dengan mahar beberapa surat dalam Al-Qur'an yang dihafalnya. Dikisahkan ada seorang laki-laki yang meminta dinikahkan oleh Rasulullah, tetapi ia tidak memiliki sesuatu pun sebagai mahar, walaupun sebuah cincin dari besi. Kemudian beliau bertanya kepadanya, "Apakah engkau menghafal Al-Qur'an?" Ia menjawab, "Ya, aku hafal surat ini dan surat itu (ia menyebut beberapa surat dalam Al-Qur'an). "Maka beliau bersabda, "Aku menikahkan engkau dengannya dengan mahar surat Al-Qur'an yang engkau hafal itu!" (disarikan dari hadits yang sangat panjang dalam Kitab Shahih Bukhari Jilid IV, hadits no. 1587).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada batasan tentang bentuk dan besarnya mahar, tetapi yang disunnahkan adalah mahar itu disesuaikan dengan kemampuan pihak calon suami.

Nah, dari pembahasan copy paste di atas, ternyata mahar pernikahan itu gak harus yang sulit-sulit dan mahal ya? Asalkan si pemuda sanggup dan si gadis menerima alias kedua belah pihak ridho, maka mahar apapun itu tidak jadi masalah asalkan tetap dalam ranah kebaikan. Tak perlu lah mempersulit pihak lelaki sehingga harus memaksakan diri tapi pihak lelaki juga jangan meremehkan mentang-mentang dimudahkan lalu asal saja memberikan mahar. Berikanlah mahar yang terbaik yang bisa dipenuhi dan yang paling dibutuhkan pada saat itu. Janganlah berhambur-hambur di awal dan di akhirnya gak baik karena tak mampu menjaga iman dan mempertanggung jawabkannya. Lihat saja di keseharian kita para artis yang menikah dengan mahar super wah tapi pada akhirnya cerai juga. Jalan yang halal namun dibenci Alloh SWT. Mahar sederhana saja tak apa asalkan pada saat menjalaninya langgeng, bahagia, penuh keberkahan dan ridho-Nya.

Teringat pernikahan teman beberapa waktu silam. Dengan mahar uang tunai 200 ribu saja yang murni dari hasil jerih payahnya sendiri (bukan dari orang tua) dan hafalan surat Muhammad maka resmi menikahlah keduanya dan InsyaAlloh segera dikaruniai Mujahid kecil sebentar lagi. Amiin. Masalah rizki serahkan saja kepada Alloh SWT. Percaya saja sama Janji-Nya. Kita Cuma bisa ikhtiar dan tetap Alloh jua lah yang menentukan.

Mahar juga gak harus seperti yang lagi ngetrend sekarang ini. Al Qur’an dan seperangkat alat sholat. Pernahkah membaca kisah para sahabat yang memberikan mahar sebagaimana Trend yang berkembang di tengah masyarakat kita sekarang ini? Kalau saya sih belum.

Mari kita renungi pula kenyataan yang ada di masyarakat. Berapa banyak pasang suami-istri yang membaca Al-Qur'an setiap hari? Atau berapa sering sang suami sholat bersama sang istri dengan Perangkat Sholat yang diberikannya?

Al-Qur'an dan Seperangkat Alat Sholat dijadikan simbol kesholehan saat pernikahan. Namun setelah itu, tak jarang Al-Qur'an hanya disimpan rapi dalam lemari, jarang disentuh, apalagi dibaca, dihayati dan diamalkan. Alangkah ironis! Padahal jika mahar itu berupa Al Qur’an dan seperangkat alat sholat, maka menjadi tanggung jawab sang suami untuk mengajarkan dan mengamalkanya bersama sang istri.

Nah, sekarang bagaimana dengan teman-teman semua? Terutama yang belum nikah nih termasuk saya juga. Hihihi.. Kelak gimana ya? Terserah kalian. Yang penting sudah ada penjelasan yang sampai kepada diri kita masing-masing.

Wah pembicaraan kita jadi makin berat dan serius ya? Cuma mau ngomongin masalah mahar saja kok sampai berbelit-belit begini. Tapi lumayan lah buat tambahan referensi dan hiburan selingan saat membacanya. Biar gak bosan kalau baca materi yang itu-itu teruuuusss, jadi ya dikasih intermezzo sedikit.

Yaudah deh kalau begitu kita kembali lagi saja kepada kisah gadis yang minta dibuatin mesjid dengan seribu menara dalam waktu semalam tadi. Usut punya usut ternyata si gadis ini adalah mahasiswi jurusan arsitektur. Si Pemuda pun juga dari jurusan yang sama tapi sudah lulus. Si gadis belum menyelesaikan proyek akhirnya buat bikin mesjid seribu menara padahal besoknya sudah ujian. Nah biar cepet dia minta si pemuda buat bantuin dia bikin rancangannya dalam waktu semalam sebagai salah satu mahar lamaran pemuda. Jadi mesjidnya gak betulan (Cerita yang aneh). Realistis donk hari gini mbangun mesjid pakai seribu menara dalam waktu semalam, apa kata duniaaaa...???

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Blognya mantep ukhti ....mampir blog saya juga ya ...
http://jobsideku.blogspot.com/

dewi setyaningsih mengatakan...

syukron ..
ya insyaAllah .

Posting Komentar