Sabtu, 14 Mei 2011

Anak-anak bukan kertas kosong



Beberapa waktu lalu, tak sengaja ku membaca sebuah milis yg bjudul seperti judul diatas.
Hmmm .. apa maksudnya?
Ini yang sering terjadi sekolah” kita, sebuah teori yang mempengaruhi model pembelajaran di sekolah”. Teori tabula rasa namanya.
Tabula rasa berasal dari bahasa Latin, artinya kertas kosong. Tabula rasa merujuk pada teori yang menyatakan bahwa anak-anak terlahir tanpa isi, dengan kata lain kosong. Teori ini dipengaruhi oleh pemikiran John Locke, dari abad 17.
Dari asumsi dasar itu, ku baru menyadari kenapa dulu pas sekolah dari SD-SMA, guru” lebih sering menerangkan, mengisi kertas kosong dengan informasi” (pelajaran) yg penting bagi murid”, sedangkan murid diperlakukan seperti kertas kosong (alias pasif).
Dari sini kita bisa tau, bahwa teori tersebut menjelaskan tentang fenomena murid” yg pasif dan kegiatan utama guru hanya fokus mengajar (mengisi kertas kosong). Terkadang keterlibatan murid tak dianggap terlalu penting, apalagi pendapat dan inisiatif murid. Kalaupun ada, semua itu hanya bersifat suplemen untuk kegiatan utama tadi.
Karena sudah terbiasa dengan kondisi seperti tersebut, kadang pun proses belajar ini berlanjut hingga tingkat perguruan tinggi. Dosen nyari gampangnya, cuma mengajar, malas untuk berdiskusi, mahasiswa juga ga’ mau repot melakukan riset dan belajar sebelum masuk kelas. Di kampus ku juga ada, tapi sekarang dah ga’ banyak kok .. hehehe . ^_^
Bagiku, murid” (disini anak” umur SD-SMP) adalah individu dengan segala sifatnya, memang ada bagian individu anak” yang belum berkembang seperti orang dewasa. Tapi, individu itu bukan kertas kosong yang pasif menerima apapun pengaruh dari lingkungannya.
Ketika kita memandang anak sebagai individu, itu akan membuat proses pendidikan yang kita lakukan berbeda dibandingkan jika kita memandang anak sebagai kertas kosong. Dengan memandang anak sebagai individu, kita lebih melibatkan anak dalam proses pendidikan untuk dirinya sendiri; kita mendengarkan dan memperhatikan pendapat mereka serta menjadikannya sebuah hal yang penting dalam proses pendidikan anak.
Karena sudut pandang itu, aku merasa lebih setuju dengan pandangan Robert T. Kiyosaki (yang kelihatannya berakar dari pemikiran Plato) yang menyatakan bahwa esensi pendidikan itu adalah mengeluarkan (potensi), bukan mengisi anak dengan potongan-potongan informasi.
Lalu, sampai kapan “kertas kosong” itu berisi?
Yuk, ubah cara pandang kita ..

0 komentar:

Posting Komentar