Selasa, 26 Oktober 2010

Lalu, apa manfaat medis berwisata di tempat alami?



Dari tempat alami manapun yang kita kunjungi, selalu ada dua hal yang hampir dipastikan terdapat disana : cahaya matahari dan keindahan perpaduan warna. Lebih jauh lagi, tentu kita masih ingat bahwa cahaya matahari sendiri tersusun oleh semua komponen warna.
Untuk itu, akan dibahas dulu cahaya alami ini. Hwaa Irfan dalam artikelnya “Light has Therapy” menyatakan bahwa bumi, air, dan matahari adalah elemen pemurni. Tentu sudah jelas efek air dan tanah sebagai pembersih dan pensuci. Tapi cahaya matahari?
Cahaya matahari dapat memurnikan banyak zat, dengan ketentuan tidak ada penghalang antara cahayanya dengan obyek yang sedang dibersihkan atau dimurnikan. Inilah sebabnya kenapa pakaian atau permadani yang dikeringkan di bawah cahaya matahari lebih segar baunya. Bahkan, saat air kehilangan kontak dengan matahari dan bumi, kualitasnya menurun. Hal ini tampak nyata pada air mineral dalam kemasan. Bandingkan dengan mata air sumbernya, ketika kita berwisata ke pegunungan misalnya, jauh sekali.
Secara medis, cahaya matahari menset jam biologis alami kita, siang terjaga-malam istirahat. Kulit kita menggunakan sinar ultraviolet (UV) yang terdapat di dalamnya untuk mengaktifkan vitamin D alami.
Tapi, bukankah sinar UV itu berbahaya?
Sedikit intermeso tentang ini, dulu saat kuliah, pernah dosen THT menanyakan kenapa mata terlindung dengan kelopak sehingga mudah ditutup atau dilindungi ketika ada gangguan, sementara telinga hanya diberi daun telinga yang itu pun harus dibantu dengan menutupinya ketika ada suara keras. Lalu sang dosen menjawab sendiri pertanyaannya ini, “itulah bentuk konsistensi dari Sang Pencipta.” Kok bisa?
Beliau melanjutkan, banyak cahaya alami yang menyilaukan seperti cahaya matahari, sehingga Allah membekali mata dengan pelindung alami pula. Di sisi lain, tidak ada satu pun suara alami yang membahayakan telinga hingga menyebabkan tuli. Guntur/guruh misalnya, tidak lebih berbahaya dari suara kendaraan bermotor yang merupakan produk buatan manusia. Jadi salah siapa?
Demikian pula dengan sinar UV di pagi hari, ketika bumi meremajakan dirinya dan air melimpah dalam bentuk embun serta kabut, ketika ketiga elemen pemurni menjadi satu, inilah saat kita mendapat manfaat sinar UV tersebut. Tak heran, salah satu kebiasaan masyarakat desa –yang sayangnya mulai jarang ditemui pada masa sekarang ini- adalah berjemur pada waktu-waktu ini, barulah setelah itu mereka beraktivitas. Hasilnya, beda sekali energy yang didapat serta kekuatan tulangnya, tanpa mereka perlu mengonsumsi susu kalsium.
Lalu pada siang hari?
Mungkin sinar UV memang sudah mulai dominan. Akan tetapi, sebenarnya Allah telah membekali manusia dengan “sunblock” alami : ozon. Sayangnya, lapisan ozon kini kerap dikikis akibat penggunaan Freon pada AC, kulkas, dan sebagainya.
Kembali ke topic bahasan kita, banyak sekali di masa kini penyembuhan dengan menggunakan metode cahaya matahari. Syntonics misalnya, ditemukan pertama kali oleh Dr Harry R. Spitler, merupakan suatu bentuk terapi untuk memperbaiki kelainan pada mata dengan frekuensi dan interval khusus dari cahaya matahari.
Konsultan Dermatologi (ilmu kesehatan kulit), Dr Chu dari Inggris, menggunakan spectrum warna biru dan merah dalam menerapi jerawat. Dan, ternyata lebih efektif daripada krim, antibiotic, maupun terapi diet. Cahaya biru bekerja dengan membunuh bakteri, sementara cahaya merah menyembuhkan jaringan parut dan membantu proses peremajaan kulit yang rusak.
Beberapa percobaan di Eropa, Jepang, dan Amerika, menunjukkan bahwa cahaya terang bermanfaat dalam mengobati penderita depresi. Profesor ilmu kedokteran jiwa California University, Daiel F. Kripke, MD, bahkan menyatakan, “respon terapi cahaya terhadap pasien sangat cepat, sering hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari dua minggu. Lebih cepat dibandingkan respon obat anti-depresan atau psikoterapy.”
Dalam percobaan ini, dipilih 25 pasien yang dirawat di Veterans Affairs Medical Centre untuk depresi mayor non-seasonal dan penyalahgunaan zat. Pasien tersebut diterapi dengan cahaya putih terang yang menyerupai cahaya matahari, sementara sebagai pembanding dipilih 26 pasien serupa yang diterapi dengan cahaya merah redup. Selama seminggu mereka yang diterapi menggunakan cahaya putih terang mengalami penurunan tingkat depresi hingga 18%, sedangkan pada kelompok pembanding tidak ada penurunan.
Selain itu, didapatkan fakta bahwa sejumlah kecil (trace element) sinar UV pada siang hari diperlukan tubuh untuk kesehatan fisik dan mental, kekuatan otot, energy, serta proses belajar. Dan penelitian US Navy, sebagaimana disampaikan Hwaa Irfan, juga menunjukkan bahwa Melanoma Maligna (kanker kulit) lebih sering ditemukan pada mereka yang bekerja dalam ruangan sepanjang hari, bukan pada orang yang terpapar oleh cahaya matahari sebagaimana dipercaya kebanyakan orang.
Lalu, apa kira-kira penyebab mispersepsi di masyarakat?
Kemungkinan dari makin menipisnya ozon, yang sekali lagi diakibatkan oleh manusia, sehingga persepsi itu muncul. Hanya saja mispersepsi itu kemudian membuat orang meresponnya dengan menggunakan produk komersial dari sembarang skin centre yang terpenetrasi ke dalam kulit, menambah zat racun dan meningkatkan resiko kanker adanya mutasi saat kromosom sel berinteraksi dengan cahaya matahari dan bahan kimia tersebut. Akibatnya, hal ini memperparah mispersepsi yang terjadi.
Maka, simaklah “surat cinta” dari Sang Pencipta berikut ini :
QS. An Nur [24] : 35 ..
35. Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[1039], yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)[1040], yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
[1039]. Yang dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat) ialah suatu lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, biasanya digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain.

[1040]. Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu matahari terbit maupun di waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan minyak yang baik.

Subhanallah ..
Sekarang, coba kita tengok efek dari warna terhadap tubuh ini. Karima Burns dalam artikelnya “The Healing Colors of Frisday Prayers”, mendapatkan keunikan tentang warna dari ayat surga berikut ini.
QS. Al Kahfi [18] : 31 ..
31. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah;
QS. Ar Rahman [55] : 76 ..
76. Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang indah.
Warna hijau bersama warna biru memang dominan digunakan sebagai symbol dien yang sempurna ini. Di Istanbul misalnya, terdapat masjid biru yang begitu terkenal. Namun, hikmah apa yang terdapat di balik semua ini?
Anne Woodham dan David Peters dalam ensiklopedi Healing Therapies menyatakan bahwa warna hijau dan biru ini memang sudah demikian bermakna sejak zaman prasejarah. Pada masa sejarah kuno, hijau diyakini sebagai warna pertumbuhan, sedangkan biru sebagai warna langit dan kedamaian. Ternyata efek yang ditimbulkan tidak meleset dari keyakinan ini.
Seorang ilmuwan dari India, Dinshah P. Ghadiali, kemudian berpendapat bahwa kekuatan dari warna terletak pada fakta mereka memancarkan getaran yang pada akhirnya memperbaiki mood dan suasana hati sehingga mampu member efek penyembuhan.
Pengetahuan modern membuktikan hal tersebut. Diawali dari penemuan tentang cahaya matahari yang tersusun atas berbagai spectrum yang membentuk cahaya putih sebagaimana kita lihat. Cahaya itu melintas dengan membentuk gelombang yang panjangnya berbeda satu sama lain, dimana panjang gelombang yang berbeda itulah yang membentuk berbagai warna.
Tiap warna juga memiliki frekuensi tempat mereka bergetar atau bervibrasi. Bulan Februari 1988 diperoleh frekuensi tersebut : biru (250-275 Hz dan 1200 Hz), hijau (250-475 Hz), kuning (500-700 Hz), oranye (950-1200 Hz), ungu/violet (1000-2000 Hz dan 300-400, 600-800 Hz). Maka, jika seseorang yang buta menyatakan “melihat” warna, sesungguhnya karena ia merasakan variasi panjang gelombang dan frekuensi yang ditimbulkan dari berbagai warna. Kenyataan ini juga menunjukkan bahwa warna dan segala manfaatnya bisa dinikmati tidak hanya oleh orang yang masih di karunia indra penglihatan, tapi juga golongan manusia yang diuji Allah dengan ketiadaan indra tersebut. Allahu Akbar!
Banyak penelitian dilakukan untuk mencari efek spesifik dari tiap warna. Tahun 1948 di Jerman (Barat), dihasilkan data bahwa penggunaan warna biru, oranye, dan merah, mampu meningkatkan IQ siswa. Penelitian berikutnya di Amerika Serikat pada tahun 1973 menunjukkan bahwa warna merah mengakibatkan peningkatan tekanan darah serta denyut nadi, sedangkan warna oranye mengakibatkan rasa lapar. Warna biru menurunkan tekanan darah, mengurangi rasa lapar, serta menjadikan seseorang lebih rileks dan merasa damai. Warna itu sering digunakan untuk mengobati penderita insomnia, hipertiroid, serta gangguan panic karena efek ketenangannya.
Dalam The Ultimate Healing System, Donald Lepore menggunakan warna biru ketika mengisi kuliah karena member energy lebih pada area vokal serta mengakibatkan orang lebih memerhatikan apa yang disampaikannya. Mungkin itulah sebabnya khutbah yang diberikan di Masjid Biru Istanbul lebih mengena daripada saat didengarkan melalui rekaman.
Adapun warna hijau, menghadirkan keseimbangan, harmonisasi, simpati, dan ketakziman cinta. Menurut Dr. Lepore, hijau memberikan keseimbangan alami antara kekuatan merah yang begitu bersemangat dengan ketenangan biru, sehingga terdapat keseimbangan spiritual, yang dalam bahasa Islam tidak lain adalah keseimbangan dunia dan akhirat. Hijau juga membantu area hati terus stabil dengan menciptakan harmoni, serta baik untuk relaksasi sesungguhnya karena menyeimbangkan emosi.
Jadi, mari hibur hati, manfaatkan waktu yang ada saat wisata ini untuk me-refresh-nya, insyaAllah, Penguasa Alam ini akan mengaruniakan energy menakjubkan untuk terus menapaki esok hari!


Disadur dari buku “Super Health, Gaya Hidup Sehat Rasulullah” , oleh Egha Zainur Ramadhani, penerbit Pro-U Media.

0 komentar:

Posting Komentar