Sabtu, 28 Agustus 2010

Cinta Posesif (part 1)


Krrk .. krrk .. krrkk .. HP ku bergetar .
Da sebuah sms dari no tak dikenal . Sejenak ku cermati kata-kata yg tertera dsana . Aku bingung, haruskah ku jawab sms ni ato ku biarkan saja .
Memang orang ni terkenal pecemburu .. dia adalah seorang istri dari teman ku. Padahal sudah sering diingatkan oleh teman-teman, tapi tetap saja sifatnya yg satu ni tidak bisa berubah . huff ..
Ku ingat-ingat .. adakah yg salah dg sms ku beberapa pekan yg lalu? Ku coba bertanya pd beberapa orang temanku, mereka bilang “tidak” .
“mohon diikhlaskan .. moga kita menjadi alumni teladan Ramadhan” sms ni ku kirim ke semua nomor yg ada di phonebook ku .
Adakah yg salah kawan? Kalo ku ingin semua temanku mengiklaskan semua yg pernah terjadi n yg akan terjadi, tentang salah ku, khilaf ku, kenakalan, n kejahilan ku .
Ternyata bukan kali ni saja dia cemburu , tapi sangat sering dia cemburu . “mungkin kondisi yg membuatnya seperti itu” gumam ku .
Atau beberapa hari yang lalu, ketika ku kirim agenda dakwah ke semua teman dakwah ku. Ku pikir ini bukan masalah, hanya pemberitahuan agenda terdekat kami, tapi lagi-lagi si istri menanggapi berbeda, dikecamnya lagi sms ku itu. Ku hanya tersenyum. Aahh sudahlah, biarkan Allah yg akan menegurnya.
Tiba-tiba ku teringat kisah seorang wanita di novel ‘Ayat-Ayat Cinta’ .. Noura dan cinta posesifnya .
Awal-awal Noura mengisahkan sendiri hidupnya.
“Malam itu”, kata Noura. “Aku mengira aku akan menjadi gelandangan dan tidak memiliki siapa-siapa. Aku nyaris putus asa. Aku nyaris
mau mengetuk pintu neraka dan menjual segala kehormatan diriku karena aku tiada kuat lagi menahan derita”
Noura, seorang wanita dengan kerentanan perasaannya setelah kezhaliman-kezhaliman yang dialaminya tentu merasakan suatu getaran khusus, getaran yang sangat istimewa ketika seorang pemuda memberikan perhatian kepadanya. Mungkin, si pemuda memandang bahwa hal ini memang sudah selayaknya. Tapi karena orang lain tak pernah melakukannya, yang sharusnya itu menjadi sangat istimewa.
Maka ia bertutur, “sejak aku kehilangan rasa aman dan kasih saying serta merasa sendirian tiada memiliki siapa-siapa selain Allah di dalam dada, kaulah orang yang pertama datang memberikan rasa simpati dan kasih sayangmu. Aku tahu kau telah menitikkan air mata untukku, ketika orang-orang tidak menitikkan air mata untukku.”
Inilah hati seorang wanita yang telah tersentuh rasa, maka ia ingin memberikan segalanya. “Dalam hatiku, keinginanku saat ini adalah aku ingin halal bagimu. Islam memang telah menghapus perbudakan, tapi demi rasa cintaku padamu yang tiada terkira dalamnya terhunjam dalam dada, aku ingin menjadi budakmu. Budak yang halal bagimu, yang bisa kau seka airmatanya, kau belai rambutnya dan kau kecup keningnya. Aku tiada berani berharap lebih dari itu.”
Tak banyak kisah tentang Noura yang kita ketahui selanjutnya. Yang jelas, kisah ini berujung pada pengadilan yang menuduhkan perkosaan atas Noura kepada Fahri. Posisi perasaan seperti apa yang dialami Noura sehingga ia tega mengubah cintanya yang begitu dalam kepada Fahri menjadi sebuah fitnah yang keji?
Begitulah … kadang ada titik tersulit dalam hidup kita, ada noktah terpahit di lidah kita, dan ada ruang tersempit di dada untuk sekedar memilih. Dan Noura, dengan tekanan keluarganya, memilih untuk mengajak Fahri yang tak bersalah merasakan derita bersamanya atas nama cinta. Psikologi menyebutnya cinta posesif.
Atau kisah lain .. kisah seorang wanita Mesir yang diabadikan Al Qur’an. Ia wanita yang tak disebut namanya oleh Al Qur’an kecuali sebagai imra’atul ‘aziiz (isterinya pejabat). Ia wanita yang terpesona pada Yusuf seperti Noura terpesona pada Fahri. Tetapi ia melangkah lebih jauh dengan menggoda Yusuf untuk bermaksiat. Dan ketika ajakan itu bertepuk sebelah jiwa, ia melontarkan tuduhan sebagaimana Noura.
“… apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud buruk pada isterimu, selain dipenjarakan atau dihukum dengan ‘adzab yang pedih?” (QS. Yusuf 26)
Fitnah! Apakah ini karakter wanita yang memiliki cinta posesif ketika ia terperosok dalam lubang yang tergali?
Inilah cinta, entah dalam versinya yang ke berapa. Cinta yang sangat posesif. Tuntutan kepemilikan yang sangat tinggi dan kecemburuan yang melahirkan tindakan fatal. Cinta ini, tumbuh pada mereka yang masa lalunya dipenuhi perasaan tidak aman. Bahkan meski itu sekedar dari orangtua yang tidak pernah member kepercayaan dalam cinta yang mereka berikan pada anak-anaknya.
Pada kasus ku tadi .. sedikit yang masih bisa ku jadikan pelajaran : “kalo cinta jangan posesif !”
Seandainya saja si istri mencintai secara posesif, yang mana suaminya adalah seorang pengemban dakwah. Bisa jadi akan menghambat kerja-kerja yang seharusnya bisa dia laksanakan. Maka jika suaminya akan berangkat pergi mengisi kajian di malam buta, ia akan bertanya manja, “Mas cinta nggak sich sama aku? Kalau cinta, jangan pergi malam ini ya .. besok aja ya .. malam ini ijin aja dulu ya .. dst”
Wuaaa .. kalo gini ya repot, gimana Islam akan tersyiar kemana-mana kalo dari orang terdekat kita malah yang menjadikan kendala.
‘Setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.’ :D

0 komentar:

Posting Komentar