Rabu, 21 Juli 2010

Saat" Penuh Rahmat


Bagai kerontangnya bumi karena kemarau panjang, sebagian manusia Indonesia kini sedang dahaga rohani, lebih dari sekadar formalitas ritual agama.

Kekecewaan kita dengan amat jelas menunjukkan ada sesuatu yang harus dibenahi sehubungan dengan fondasi hidup kita. Penderitaan dengan jelas menyingkapkan bahwa ada yang melenceng dari persepsi kita terhadap hakikat hidup. Di tengah kemelut ketidakpuasan, hasutan, kerusuhan, penghancuran, kejahatan, kita merasa semakin takut. Mulai dari rasa takut kehilangan pekerjaan (yang berarti hilang penghasilan) sampai rasa takut pada kematian. Di sisi lain, tangan kita mungkin bersih dari tindak perusakan atau pembunuhan, tetapi toh terselip keberingasan dan kebencian di dalam hati yang selalu kita sembunyikan di balik "topeng" kepalsuan.

Stop segala kegilaan ini!

Mari kita peluk kegilaan lain : gila cinta kasih.

Susuri kembali jalanNya karena Dialah sumber kesembuhan bagi segala kegalauan rohani kita itu. Memang, warna hidup senantiasa tergantung pada rona "kacamata" yang kita pasang.

"Kacamata" kelabu mengubah segala sesuatu tampak serba kelabu. Hidup pun tertatap suram.

"Kacamata" bening menjadikan segala sesuatu tampak serba cerah. Hidup pun terpantul indah.

"Kacamata" buruk sangka dan kebencian menjerumuskan kita ke dalam hidup penuh rasa dendam dan curiga.

"Kacamata" kedamaian akan membimbing kita ke dalam hidup penuh kedamaian.

Hidup tentu menjadi baik kalau dipandang dari sudut yang baik. Berpikir baik tentang diri sendiri, berpikir baik tentang orang lain, berpikir baik tentang keadaan, berpikir baik tentang Tuhan. Berpikir baik niscaya berbuah baik. Relasi antar anggota keluarga dipenuhi kehangatan. Relasi antar kawan diwarnai rasa saling percaya. Relasi antar tetangga dijalini keakraban Pekerjaan menjadi menyenangkan. Dunia menjadi ramah. Hidup menjadi indah.

0 komentar:

Posting Komentar