Jumat, 02 Maret 2012

10 Wasiat Sang Ibu Kepada Putrinya

 

Suatu ketika, ‘Amr bin Hajar melamar seorang gadis. Gadis tersebut mempunyai ibu yang bernama Umamah binti Harits. Ketika waktu pernikahan tiba, sang ibu berduaan dengan putrinya seraya memberikan nasehat kepadanya:

“Wahai putriku, sebentar lagi engkau tidak akan lagi menghirup udara yang selama ini dengannya engkau hidup. Sebentar lagi engkau akan keluar dari sangkarmu yang selama ini engkau tumbuh besar.

Jika seandainya ada seorang wanita yang tidak membutuhkan suami karena merasa cukup dengan ayah ibunya dan karena sayang mereka berdua kepadanya, niscaya engkaulah wanita yang tidak memerlukan suami itu. Akan tetapi, wanita diciptakan untuk laki-laki, dan laki-laki diciptakan untuk wanita.

Putriku, engkau akan meninggalkan rumah yang telah membesarkanmu selama ini menuju ke suatu tempat. Engkau tidak pernah mengenalnya sama sekali. Hidup dengan orang yang sama sekali engkau tidak terbiasa dengannya. Maka, jadilah engkau di kerajaannya sebagai pelayan baginya, niscaya ia akan menjadi budak bagimu. Ambillah dari ibu dan hafalkanlah 10 perkara. Mudah-mudahan hal itu menjadi bekal bagimu dalam mengarungi bahtera rumah tangga.


Pertama dan kedua, hendaklah engkau bergaul dengannya selalu bertemankan qonaah dan ridho, serta mematuhi segala ucapan dan perbuatannya.

Ketiga dan keempat, selalu menjaga tempat-tempat yang dia pandang dan yang biasa ia cium dengan penciumannya. Jangan sampai matanya melihat sesuatu yang buruk darimu, dan penciumannya tidak mencium darimu melainkan sesuatu yang harum.

Kelima dan keenam, menjaga waktu makan dan tidurnya, karena lapar yang sangat dapat memancing emosi, dan kurang tidur akan menyebabkan kemarahan.

Ketujuh dan kedelapan, menjaga harta dan keluarganya. Inti dari menjaga harta adalah berhemat, dan inti dari menjaga keluarga adalah pintar mengasuh dan pandai mendidik.

Adapun yang kesembilan dan kesepuluh, maka janganlah melanggar perintahnya dan jangan sekali-kali menebarkan rahasianya. Jika engkau melanggar perintahnya berarti engkau telah mengeruhkan pikirannya, dan jika engkau tebar rahasianya maka engkau tidak selamat dari makar dan tipu muslihatnya.

Kemudian wahai putriku, jangan sekali-kali engkau menampakkan wajah ceria tatkala ia berduka. Atau engkau menampakkan wajah duka tatkala ia berbahagia.” (Al-Istanbuli: 91-92—footnote)
Dikutip dari: Percikan kehidupan.com

0 komentar:

Posting Komentar