PR yang Sering Terlupakan
Sebagian besar kita tentu tidak asing dengan barang yang ada di gambar. Ya, benar, ia adalah panci, saudaranya wajan. Apa yang tergambar di benak kita saat melihat panci ini?. Kotor.. Betul. Lama tak digosok.. Betul. Milik orang susah.. Bisa juga. Lebih dari itu, ternyata Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah mengabarkan fenomena panci ini dengan sabda beliau :
تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ عَرْضَ الْحَصِيرِ فَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا نُكِتَتْ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ وَأَيُّ قَلْبٍ أُشْرِبَهَا نُكِتَتْ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ حَتَّى يَصِيرَ الْقَلْبُ عَلَى قَلْبَيْنِ أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَا لَا يَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَا دَامَتْ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَالْآخَرِ أَسْوَدَ مُرْبَدٍّ كَالْكُوزِ مُخْجِيًا وَأَمَالَ كَفَّهُ لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ
"Fitnah dibentangkan di hati seperti
dibentangkannya tikar. Setiap hati yang mengingkarinya maka diberi satu titik
putih dan setiap hatinya menyerapnya maka diberi satu titik hitam, hingga hati
pun menjadi dua macam : (1) hati putih seperti benda jernih dimana fitnah tidak
akan membahayakannya selama langit dan bumi masih ada, dan yang lainnya (2)
hati hitam berdebu seperti panci kotor - beliau memiringkan telapak tangan - ia
tidak mengenal kebaikan dan tidak mengingkari kemungkaran kecuali sesuatu yang
terserap dari hawa nafsunya" [Diriwayatkan oleh Ahmad 5/386; shahih.
Diriwayatkan juga oleh Muslim no. 144].Sebagian besar kita tentu tidak asing dengan barang yang ada di gambar. Ya, benar, ia adalah panci, saudaranya wajan. Apa yang tergambar di benak kita saat melihat panci ini?. Kotor.. Betul. Lama tak digosok.. Betul. Milik orang susah.. Bisa juga. Lebih dari itu, ternyata Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah mengabarkan fenomena panci ini dengan sabda beliau :
تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ عَرْضَ الْحَصِيرِ فَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا نُكِتَتْ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ وَأَيُّ قَلْبٍ أُشْرِبَهَا نُكِتَتْ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ حَتَّى يَصِيرَ الْقَلْبُ عَلَى قَلْبَيْنِ أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَا لَا يَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَا دَامَتْ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَالْآخَرِ أَسْوَدَ مُرْبَدٍّ كَالْكُوزِ مُخْجِيًا وَأَمَالَ كَفَّهُ لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ
Setiap kali panci kita pakai, maka setiap kali itu pula kita tanamkan saham jelaga tuk tertempel di pantat panci. Jika sehabis pakai langsung kita bersihkan, tentu ia tak akan mengarat. Bahkan kondisinya masih kinclong. Akan tetapi jika kita malas, timbunan jelaga yang tadinya sedikit, lama kelamaan mengerak dan jadilah ia lapisan material baru yang super keras. Barangkali kita perlu bantuan sabut kawat tuk membersihkannya.
Begitu juga hati. Hati kita senantiasa bersinggungan dengan maksiat dan fitnah, baik sadar atau tidak sadar. Apalagi kita memang hidup di tengah lautan fitnah. Setiap kali kita tersentuh fitnah/maksiat, saat itu pulalah hati kita mendapatkan jelaga hitam. Lantas,... pernahkah kita berpikir jika hati kita mengerak karena terlalu lama terpapar fitnah?. Sudah berapa sering kita membersihkannya?
Oleh ustadz Abul Jauza'
0 komentar:
Posting Komentar