Rabu, 28 September 2011

the Core



The core, film lama yang dirilis tahun 2003, yang meraup pemasukan lebih dari $ 70 juta pada box office itu beberapa hari yang lalu ditayangkan lagi di televisi kita.

Tak ku sangkal, kalau ku sangat suka film-film seperti ini, full pengetahuan, walaupun da beberapa hal yang ku tak sepakat. Tapi secara keseluruhan ku sangat menikmatinya.

Ya, film sains-fiksi, film yang dihadapkan dengan berbagai fakta fisika, khususnya geofisika, yang terkadang bisa memacu para fisikawan/geofisikawan untuk mengungkap mana yang fakta dan mana yang fiksi.
Cerita yang terangkai dalam The Core pun mengingatkan ku pada film Armageddon. Bedanya, Armageddon menembus luar angkasa, sedangkan The Core masuk jauh ke dalam perut Bumi, mencapai pusat perputaran Bumi. 

Film The Core dibuka dengan suasana di sebuah gedung perkantoran. Pada saat yang

Selasa, 27 September 2011

Seberapa Pantas Kau untuk Ku Nantikan, akhi?



Akhi..Penantian panjang untuk menunggu akan aku lewati hanya untukmu, meski seribu kebimbangan menghantuiku, meski ribuan keraguan menjelma atas janjimu.
Aku hanya takut, benarkah kau pantas untuk ku nanti?
Akhi..Ku sembunyikan hati ini untuk memilih menantimu karena ku tahu aku sangat mencintaimu. Namun bukan berarti cinta ini mampu membutakanku agar aku menerima ketikdak pastian.
Aku hanya tak tahu, benarkah kau pantas untuk ku nanti?
Akhi..

Selasa, 13 September 2011

Jadilah Ikan Segar itu ..


KISAH NELAYAN JEPANG 

Ada sebuah cerita tentang nelayan Jepang yang insaya Allah bisa kita ambil hikmahnya. Orang Jepang sejak lama menyukai Ikan yang segar. Tetapi tidak banyak ikan yang tersedia di perairan sekitar Jepan dalam beberapa dekade ini.

Jadi untuk memberi makan populasi Jepang, kapal-kapal penangkap ikan bertambah lebih besar dari sebelumnya. Semakin jauh nelayan pergi, maka waktu yang dibutuhkan pun semakin lama untuk membawa hasil tangkapannya ke daratan. Jadi, ikan yang dibawanya tersebut sudah tidak lagi segar. Orang Jepang tidak menyukai rasanya. Untuk mengatasi permasalahan ini, perusahaan memasang freezer dalam kapal mereka.

Mereka akan menangkap ikan dan langsung membekukannya di laut. Freezer memungkinkan kapal-kapal nelayan untuk pergi senakin jauh dan lama, namun, orang Jepang dapat merasakan perbedaan rasa antara ikan beku dan ikan segar, dan mereka tidak menyukai ikan beku. Kemudian sebuah gagasan baru kembali dipakai oleh perusahaan penangkap ikan, yaitu dengan cara memasang tangki-tangki penyimpan ikan dalam kapal mereka. Setelah menangkap ikan para nelayan langsung memasukkan ikan tersebut ke dalam tangki hingga berdempet-dempetan.

Setelah selama beberapa saat saling bertabrakan, ikan-ikan tersebut berhenti bergerak. Mereka kelelahan dan lemas kendatipun tetap hidup. Namun orang Jepang masih tetap dapat merasakan perbedaannya. Karena ikan tadi tidak bergerak selama berhari-hari, mereka kehilangan rasa segar ikannya. Orang segar menghendaki ikan segar yang lincah, bukan ikan segar yang lemas. 
Selanjutnya cara apa lagi yang dilakukan oleh para nelayan untuk menjaga agar ikannya tetap segar, sehingga diminati oleh masyarakat Jepang?

Bagaikan Syannun dan Thabaqah



Judul di atas merupakan terjemahan bebas dari sebuah pepatah Arab yang berbunyi:
وافَقَ شَنٌّ طَبَقَة
Pepatah ini digunakan untuk mengumpamakan dua insan atau dua hal yang serasi dan sejoli. Sekilas memang terlihat seperti “Bagaikan Romi dan Yuli” atau “Bagaikan Romeo dan Juliet”, yaitu sepasang manusia yang memadu cinta (sebelum nikah) yang oleh karena perbedaan dan permusuhan di antara dua keluarga mereka, menyebabkan hubungan cinta mereka harus kandas di tengah jalan. Akhirnya, kisah cinta mereka diakhiri dengan bunuh diri (intihaar). Menyedihkan .. Kasihan ..  Tragis .

Adapun Syannun dan Thabaqah, sangat jauh berbeda dengan 2 profil di atas.
Penasaran? Berikut kisahnya: